Komunikasi Produktif

Kontemplasi dan Evaluasi

Menjalani tantangan sambil mengasah ilmu komunikasi di kelas Bunda Sayang kali ini membuat saya menyadari bahwa komunikasi tidaklah sederhana. Dan inilah kunci kesuksesan kita bermuamalah. Sekalipun baru di tataran keluarga rasanya lidah ini sering sekali masih sulit menahan hal-hal yang tidak perlu diucapkan. Latihan di 10 hari tantangan yang diberikan ini telah membuat saya berusaha sebaik mungkin mengamalkan ilmu komunikasi produktif kepada pasangan dan anak-anak.

Rasanya saat melihat sedikit progress dari komunikasi yang saya lakukan baik pada pasangan maupun pada anak-anak menjadi kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Yang paling saya rasakan progressnya adalah komunikasi dengan pasangan. Rasanya impact dan multiplier effect yang diberikan sangat luar biasa bagi diri sendiri dan juga menghasilkan energi positif yang juga meningkatkan progress komunikasi bersama anak-anak.

Ibarat menapaki 10 anak tangga, saya merasa menyelesaikan PR komunikasi bersama pasangan merupakan 7 anak tangga yang telah dilalui untuk mencapai 10 anak tangga tersebut. Inspirasi dari materi Komunikasi Produktif saya ramu dengan berbagai inspirasi dari para Ibu dan istri yang sudah beramal jariah dengan berbagi kisah inspiratifnya memperbaiki hubungan komunikasi bersama pasangan di blognya serta tidak lupa mengevaluasi diri dari kacamata fikih munakahat yang ternyata banyak ilmu yang dapat diaplikasikan terkait komunikasi produktif bersama pasangan yang telah dituntunkan dalam syariat Islam. Berbekal ilmu dan berbuah amal sholeh inilah yang semata-mata saya harapkan dari setiap ilmu yang diberikan oleh para guru dan inspirator saya. Semoga setiap tulisan pengalaman dalam tantangaan 10 hari bisa menjadi inspirasi bagi para istri dan ibu lainnya yang sedang mencari formulasi yang tepat dalam membangun komunikasi di tengah keluarga.

Komunikasi produktif bersama anak-anak masih terus saya selami metode yang pas bagi buah hati kami yang memiliki karakter yang unik. Setidaknya 3 anak tangga lagi yang masih harus saya tempuh untuk mencapai keberhasilan dalam komunikasi bersama ank-anak. Berdasarkan hasil kontemplasi dan evaluasi diri serta dari sesi meminta feedback pada anak-anak setiap menjelang tidur, saya menyadari saya masih harus belajar berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan intonasi suara. Setidaknya ini yang saya tangkap dari keluh kesah anak-anak.

Tantangan 10 hari boleh berakhir, sekalipun badge sudah diterima tanggung jawab komunikasi produktif di keluarga tetap harus terus dievaluasi dan ditingkatkan. Menulis menjadi salah satu jurus jitu dalam kontemplasi dan evaluasi diri yang saat ini tengah saya lakukan. Dengan “keep on writing” sedikit demi sedikit anak tangga yang saya tapaki akan terlihat kemajuannya. Bismillah, semoga tulisan-tulisan ini bisa menjadi pengingat bagi diri sendiri dan juga inspirasi bagi para Istri dan Ibu lainnya…


 

Komunikasi Produktif

Kalimat Positif

Hari ini, Bunda, Mas Rasya, dan adik Najah kembali ke rumah. Dan duo krucil ini kembali beraktifitas seperti biasa. Kakak beradik ini rupanya tengah mengidam-idamkan makanan oleh-oleh dari Bandung yang tampilannya menarik. Dan, karena saya sedang kelelahan luar biasa saya tidak sadar saat mereka minta bantuan untuk membukakan packaging makanan tersebut. Saat saya terbangun, tiba-tiba mereka berdua tengah asyik menikmati makanan tersebut dan saya melihat ada lap di dekat mereka yang tampak menutupi tumpahan air. Saya ikut duduk bersama mereka dan bertanya bagaimana mereka bisa membuka packaging makanan tersebut. Si Mas berkata, “aku sama adek buka ini pakai gunting bun.” Bunda terkejut, “kok tahu tempat simpan guntingnya? Gimana tadi cara ambil guntingnya?” Saya terkejut karena gunting saya simpan di tempat tinggi agar tidak membahayakan anak-anak. Merekapun menjelaskan bahwa mereka bekerjasama dengan menggunakan kursi untuk mengambil gunting. Si Mas berkata dia teringat perkataan Bunda bahwa kalau merasa tidak bisa langsung buru-buru ubah menjadi bisa. Dan itu yang dilakukannya pada dirinya sendiri dan pada adiknya. Diapun mengakui kesalahannya karena kurang hati-hati saat mengambil air hingga akhirnya tumpah ke lantai dan minta maaf, “Tapi, aku sama adek bertanggungjawab kok Bun, tuh udah dilap basahnya.. ”

Nyess, terharu sekaligus bahagia mendengar cerita mereka berdua. Ternyata kata dan kalimat positif pada anak menjadi amunisi utama bagi perkembangan emosi mereka. Dan saya berkaca dan segera introspeksi atas berbagai kalimat negatif yang masih sering terucap dan berusaha menggantinya dengan afirmasi positif.

#hari10

#komunikasiproduktif

#tantangan10hari

#kuliahbunsayiip

Komunikasi Produktif

Indah Pada Waktunya..

Kata-kata “Semua akan indah pada waktunya” seringkali menjadi quote bagi para jomblo yang seringkali mendapat pertanyaan “Kapan nyusul” saat kondangan. Tapi kali ini, saya pun merasakan indah pada waktunya dalam hal komunikasi bersama pasangan. Kemarin, saat kami mengadakan family forum di mobil saat di perjalanan silaturahmi keluarga. Kami melanjutkan perbincangan mimpi-mimpi kami di family forum sebelumnya. Saat saya bisa puas sekali menjelaskan detil mimpi yang ada di kepala dan mendapat tanggapan yang kritis dan masukan positif rasanya quote tadi pun pantas saya ucapkan saat itu. Suami pun puas mengungkapkan semua mimpi dan harapannya serta kendala yang sedang dihadapi serta saya memberi masukan atas kendala yang tengah dihadapi. Komunikasi bersama pasangan memang sebuah proses. Kadangkala ada hal-hal yang harus ditahan dan menunggu saat yang tepat. Dan atas semua kendala yang dihadapi tetap optimis, bahwa semua akan indah pada waktunya.

#hari9

#tantangan10hari

#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayiip

Komunikasi Produktif

Strategi Komunikasi

Kemarin, kebetulan ayah anak-anak terpaksa harus menginap di kantor karena ada deadline yang harus diselesaikan. Sedangkan sejak pagi hari, mereka belum bertemu dan bertatap muka dengan ayahnya. Tampak menjelang malam mereka mananti sang ayah pulang. Tiba-tiba ada wa masuk ke hp saya yang ternyata dari ayahnya yang meminta maaf karena terpaksa harus menginap malam ini. Belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya selalu ada perasaan yang tidak enak muncul saat suami terpaksa harus menginap di kantor apalagi kalau kita sudah menyiapkan menu masakan kesukaannya. Sedikit kecewa pastinya, namun saya harus bijaksana. Sembari melangsungkan selftalk untuk menghilangkan perasaan dan emosi negatif, sambil saya berfikir dan menggantinya dengan energi positif untuk memberikan dukungan pada suami serta membalas pesan wa suami dengan kalimat positif serta mendoakan.

Sebelum memeberitahukan anak-anak yang menanti kedatangan ayahnya, saya terlebih dahulu menyiapkan permainan bagi mereka. Saya menyiapkan kardus besar di mana mereka bisa masuk ke dalamnya dan saat mengajak mereka bermain petak umpet, saya bersembunyi di sana. Setelah mereka tahu saya ada di dalam sana, terdengar gelak tawa tanda puas tak terkira dari mereka berdua. Dalam kondisi inilah saya berusaha menyampaikan pelan–pelan bahwa ayahnya sedang mendapat amanah untuk menyelesaikan pekerjaannya dan berharap mereka tidak kecewaika malam ini tidak bisa bertemu ayahnya. Alhamdulillah, Si Mas pun berkata, “Gak papa Bunda, Besok kakau ayah datang kita ajak main petak umpet juga kayak barusan sama Bunda ya. Nanti pasti ayah gak tahu aku sembunyi di kardus besar itu. Adek sama Bunda jangan kasih tahu ayah dulu ya, aku mau sembunyi di situ.” Ah… Lega rasanya anak-anak tidak kecewa saat mengetahui ayahnya tidak pulang malam itu. Tapi si kecil yang bilang,”Tapi Adek mau video call dong sama ayah…” Akhirnya saya memenuhi permintaan si kecil untuk menghubungi ayahnya lewat video call. Tapi nampaknya si Ayah sedang mengerjakan pekerjaannya sehingga tidak bisa mengangkat telepon. Akhirnya, saya tawarkan solusi pada si adek untuk bicara dengan voice note saja apa yang ingin disampaikan pada ayahnya. “Nanti, kalau ayah sudah ada kesempatan pegang HP mungkin akan dibalas”, ucap saya padanya. Akhirnya, si adik setuju dan segera menyampaikan apa yang ingin dikatakan pada ayahnya lewat voice note. Si Mas pun tak mau ketinggalan akhirnya juga meninggalkan pesan untuk ayahnya lewat voice note. Bundanya sebenarnya juga gak mau ketinggalan, tapi malu lah sama anak-anak. Akhirnya pesannya lewat text sajalah, hihi.

Walaupun belum ada kesempatan family forum, kami berupaya agar komunikasi kami tetap terjaga dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Saya sedang belajar menerapkan poin komunikasi produktif di Buku Bunda Sayang agar menerapkan strategi yang tepat dalam berkomunikasi. Memilih strategi memberitahu seteelah bermain saya pilih untuk meminimalisasi “drama” dan kekecewaan pada anak-anak. Melihat kondisi dan emosi mereka serta memilih “timing” yang tepat menjadi strategi saya untuk menyampaikan hal kurang enak bagi anak-anak. Hal ini juga sering saya lakukan saat akan menyampaikan sesuatu yang seprtinya kurang menyenangkan di mata suami. Dengan memilih “timing”  yang pas bisa sedikit mengurangi kegagalan dalam komunikasi. Selain itu saya juga berusaha untuk tidak berfokus pada masalah yang sedang terjadi dan mencari solusi atas masalah tersebut. Saya berusaha menawarkan solusi pada si Adik untuk bicara dengan voice note saat ia ingin melakukan video call dengan ayahnya. Hal kecil iini semoga bisa menjadi teladan bagi anak-anak dalam bertindak agar tidak berfokus pada masalah namun pada solusi.

#hari8

#tantangan10hari

#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayiip

 

Komunikasi Produktif

Pentingnya Klarifikasi dalam Komunikasi kepada Anak

Hari ini setelah selesai sesi belajarnya bersama saya, saya meminta feedback padanya. “Mas, gimana IXL nya? Seneng ga dapet medali banyak? Paling seneng waktu ngerjain apa Nak?” Si Mas pun menjawab sambil beranjak dan mengambil sepeda plastiknya yang kini sudah dipakai oleh adiknya, “Senengan main ini sambil maju mundur putar-putar, keliling-keliling.”

Deg… saya pun merenung, mungkin saya terlalu kaku dengan jadwal belajar yang dibuat. Sekalipun saat membuat jadwal saya melibatkannya dan meminta pendapatnya untuk menyusun jadwal yang dianginkan dan variatif, namun anak-anak tetaplah anak-anak. Bermain lah satu-satunya kegiatan paling menyenangkan baginya. Terlebih saat musim hujan seperti sekarang kegiatan motoriknya setiap pagi tidak bisa dilakukan karena seringkali tidak memungkinkan karena hujan deras.

Sayapun mulai mengobrol sambil ingin mendengarkan isi hatinya dan berusaha mengakomodir keinginannya dalam sesi belajar kami. “Mas, jadi sekarang sukanya main apa? Kalau sudah selesai mandi dan makan maunya ngapain mulai besok? Biar nanti Bunda siapin perlengkapannya.” Si Mas menjawab sambil pegang kepalanya seperti berfikir, ” Aku suka sih Bund main IXL di laptop, tapi gak suka lama-lama. Aku juga suka cerita dari tafsir kalau dibacain Bunda, Aku suka man bendera, tapi paling suka main sepeda sama lari-lari. Kalau udah main sepeda sama lari-lari baru aku mau ngerjain IXL atau logico, atau baca buku, dengerin cerita, bikin-bikin. Tapi gak suka lama-lama karena aku bosen kalau lama-lama. Bunda makanya tanyain aku dulu mau ngapain dulu yah besok-besok.” Sayapun tersadar bahwa ternyata selama ini saya terlalu menikmati rutinitas yang telah tersusun sedangkan anak-anak tetaplah anak-anak yang masih belum bisa kita paksakan mengikuti rutinitas yang kita inginkan. Dalam hal ini saya belajar bahwa ternyata klarikasi pada anak ini sangat penting. Seringkali kita merasa bahwa orangtualah yang tahu segalanya atas apa yang harus dilakukan oleh anak-anak. Namun, adakalanya mereka ingin melakukan perubahan dan didengarkan pendapatnya serta dicoba untuk dilakukan hal baru tersebut. Baiklah PR saya adalah lebih sering tabayun pada anak sebelum melakukan sesuatu bersamanya.

#hari7

#tantangan10hari

#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayiip

Komunikasi Produktif

Komunikasi Adab dan Akhlaq Pada Anak

Lagi-lagi,meja makan jadi meja peradaban kami. Kali ini saat tiba waktu berbuka puasa kemarin terjadilah family forum antara Bunda dan anak-anak ditambah om mereka yang sedang hadir bersilaturahmi. Obrolan selalu kami awali dengan obrolan santai. Sambil menikmati kudapan kami saling bercerita. Dan tibalah giliran si Mas cerita bagaimana cara ia membeli kue (si Mas sudah mulai berani bertransaksi sendiri). Si Mas pun bercerita, “Tadi pas beli kue Aku bilang, Beli 10 : 3 coklat, 3 strawberry, 3 keju, dan  nanas! Terus aku kasih uangnya dan langsung pergi”. Di satu sisi, saya melihat bahwa ia telah berani melakukan transaksi sendiri dan bisa berhitung dengan amanah uang yang diberikan Namun, di sisi lain ia masih perlu belajar adab bermuamalah dengan orang lain. Sayapun mengapresiasi terlebih dahulu pencapaiannya dalm hal keberanian dan keamanahannya dalam bertransaksi tadi. Setelah itu, barulah saya bertanya pada Si Om yang tengah berada di tengah-tengah kami. “Om, kalau beli kue biasanya om gimana ngomongnya ke penjualnya?” Si Om pun menjawab, “Kalau om biasanya nyapa penjualnya dulu Mas dan Adek. Misalnya, Permisi Mas. Setelah itu baru om bilang mau beli apa dan berapa. Nah setelah beli Om biasanya juga bilang terimakasih ke penjualnya sambil pamit juga.” Barulah setelah itu Bunda menimpali, “Wah bagus juga ya Mas kalau kita kita ikuti cara Om beli sesuatu. Nanti kan jadinya penjualnya juga senang karena disapa dan diberi ucapan terima kasih, apalagi kalau kita ramah dan senyum dengan penjualnya Insya Allah dapat pahala juga kita transaksinya.” Si Mas pun mengangguk dan berkata, “Iya ya Om, besok lagi aku juga mau kayak gitu deh.”

Menanamkan adab dan akhlaq pada anak memang harus dilakukan dengan teladan. Dan obrolan santai di meja makan ini menjadi sarana komunikasi verbal untuk mengingatkan dan menanamkannya pada anak. Sedangkan PR lainnya adalah terus konsisten memberikan teladan berperilaku baik verbal maupun non verbal karena itulah inti pembelajaran adab pada anak.

#hari6

#tantangan10hari

#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayiip

Komunikasi Produktif

Family Project Starts from Family Forum

Weekend menjadi momen yang sangat pas untuk ngobrol panjang lebar bersama keluarga. Dimulai dengan meja makan yang oleh keluarga Bu Septi dan Pak Dodik seringkali disebut dengan meja peradaban, kamipun memulai obrolan santai kami di tengah sarapan pagi kami. Saya bersyukur, suami selalu menjadi inisiator dalam proyek-proyek keluarga kami selama ini. Dari mulai ngecat rumah bareng, team building keluarga dengan jalan kaki seharian, dan beberapa proyek lain yang pernah kami lalui bersama. Dan selalu saja beliau yang memulai dengan santai dan menyenangkan serta natural tanpa membuat anak-anak dan saya terbebani. Begitu pula dengan inisiasi proyek kali ini. Suami tiba-tiba bertanya pada saya dan anak-anak apa makanan favorit kami. Dan setelah kami semua menjawab, beliau megajak kami untuk membuat proyek keluarga memasak bersama sebulan sekali. Nah, saya lah yang kemudian mengambil peran agar proyek ini dapat berlangsung sesuai harapan. Saya yang tipikal planner yang detil lagsung mengambil kertas dan alat tulis untuk membuat rencana menajdi detil. Mencatat tanggal yang disepakati, menu kesukaan, dan pembagian tugas sesuai kemampuan dan kemauan.

Taraa!!! Jadilah kami memiliki family project kembali di bulan Februari 2017 ini. Saya menempelkannya di kulkan agar saya dan suami mengingat proyek yang kami rencanakan bersama ini serta menyiapkannya menjadi sarana belajar bagi kami semua. Dan insight dari sesi family forum kami pada tanggal 28 Januari adalah mmemulai sesuatu yang besar selalu dari hal-hal kecil. Merencanakan sesuatu yang berat seperti proyek keluarga dimulai dari obrolan ringan tentang masakan kesukaan yang akhirnya melahirkan proyek masak bareng.

slide2

#hari5

#komunikasiproduktif

#tantangan10hari

#kuliahbunsayiip

Komunikasi Produktif

Komunikasi yang Memotivasi

slide1

Mengikuti game yang diberikan di kuliah Bunda Sayang terutama dalam materi komunikasi ini memberikan insight bagi saya bahwa dalam keseharian komunikasi yang selama ini saya lakukan saya telah menyia-nyiakan banyak hal. Dengan menuliskan pegalaman seperti ini, saya jadi belajar dari hasil komunikasi yang saya lakukan setiap hari yang sebelumnya tidak pernah direnungkan apa sebab akibat dari komunikasi yang saya lakukan selama ini dan hanya berlalu begitu saja. Contohnya pada tanggal 27 Januari yang lalu, saya belajar bagaimana cara komunikasi dengan orang lain yang ternyata bisa memunculkan sebuah motivasi pada lawan bicara kita. Saya belajar ini dari suami saya. Dimulai dari perbincangan santai di meja makan saat sarapan bersama. Lalu, kami lanjutkan dengan menanyakan hari-hari yang kami lalui dan agenda beberapa minggu ke depan. Saat saya menyampaikan bahwa saya sedang mengikuti sebuah kompetisi wirausaha untuk mengasah sekaligus belajar kembali ilmu manajemen saya, suami memberikan respon yang sangat positif dan memotivasi. Suntikan motivasi ini yang akhirnya saya jadikan respon saya pada suami yang juga sedang merencanakan melanjutkan studi S3 nya dan sedang menyusun berbagai persyaratan yang dibutuhkan. energi positif ini pun kami jadikan modal kami untuk memotivasi Mas Rasya yang sedang bersemangat belajar membaca. Setiap si Mas membaca tulisan entah di jalan, di majalah, buku, kemasan, dsb selalu kami apresiasi dan kami motivasi untuk tidak menyerah dan terus belajar. Begitu pula dengan si adik yang sedang semangat latihan bermain puzzle. Sejak yang awalnya tidak bisa dan terlihat marah jika puzzle tidak tersusun kami motivasi terus hingga akhirnya, saat kemarin si Adik kembali mencoba memasang puzzlenya sudah tanpa bantuan lagi dan senyum indah tersungging di wajahnya. Kami yang menyaksikannya pun memberikan apresiasi dan kembali memberikan suntikan motivasi agar si adik tetap mau berlatih dengan menggunakan puzzle yang lain. Dan insight pada pengalaman di tanggal 27 Januari ini adalah pentingnya bentuk apresiasi dan motivasi verbal ataupun bahasa tubuh pada anggota keluarga menjadi salah satu bentuk komunikasi produktif yang dapat diaplikan di keluarga kami.

 

#hari4

#tantangan10hari

#kuliahbunsayiip

#komunikasiproduktif

Komunikasi Produktif

Komunikasi Tanpa Bicara

Kemarin, memasuki hari ke-3 menjalani games di #tantangan10hari kuliah bunda sayang IIP dan karena memang dalam weekdays sangat jarang Sang Ayah bisa pulang tepat waktu karena memang tuntutan pekerjaannya yang mengharuskannya pulang larut malam. Sehingga, saat Sang Ayah pulang anak-anak pun sudah terlelap. Malam itupun saya rasanya tak kuasa menahan rasa kantuk selain karena seharian beraktifitas dengan anak-anak saya harus menyelsaikan beberapa pengiriman buku bahkan sayapun lalai menyapanya baik via wa ataupun telepon selama seharian. Sehingga saat suami sudah berada di rumah, saya tidak bisa menyambutnya dan menyiapkan standar malam untuknya. Tiba-tiba saat saya terbangun, suami tengah bersiap tidur di samping anak-anak. Saya mencoba menyapa siapa tahu bisa melakukan pillow talk dengannya. Namun karena sepertinya suami sedang kelelahan, akhirnya saya biarkan suami langsung terlelap di samping anak-anak. Seringkali saya merasa saat suami pulang saya ingin bercerita banyak padanya, apa saja yang telah saya alami bersama anak-anak dan lain sebagainya. Namun saya sering lupa tidak memperhatikan bahwa suami terkadang juga sudah lelah dengan berbagai urusan di kantor dan pastinya ingin istirahat. Maka, di saat-saat seperti ini saya memilih untuk melakukan self talk dan diam tidak mengganggu suami. Komunikasi seperti ini kami rasa sesekali diperlukan untuk saling tetap memberikan ruang pada pasangan. Dalam self talk saya berusaha menahan apa yang ingin saya sampaikan pada saat itu juga dengan memperhatikan manfaat madharat yang akan saya peroleh. Jika saya tetap memaksanya tetap mendengarkan atau mengajaknya ngobrol di tengah suasana hati dan kelelahannya maka bisa jadi bukan manfaat dan komunikasi produktif yang dihasilkan. Butuh waktu lama bagi kami hingga bisa sampai tahap ini saling memahami kondisi masing-masing dan berusaha menahan diri dari egoisme. Setelah saya melakukan self talk ini saya memutuskan untuk menunda keinginan pribadi saya untuk ngobrol banyak hal dengannya. Saya mengurangi kebaperan dengan menghalau berbagai bisikan setan yang pastinya gencar untuk menyuruh saya memaksakan kehendak saya pada suami melalui self talk ini. Self talk ini juga menjadi sarana saya menjadi lebih wise dalam memandang berbagai tantangan dalam rumah tangga. Keesokan harinya, ternyata memulai hari dengan obrolan hangat dapat kembali terjalin dengan suami. Terkadang, komunikasi kami terbanguun bukan hanya sekedar dengan kata-kata namun dengan saling memahami bahasa tubuh masing-masing. Ada kalanya diam menjadi pilihan terbaik dalam komunikasi bersama pasangan. Dan menjadikan self talk sebelum bereaksi atas segala tindakan orang lain juga dapat mengurangi resiko kegagalan komunikasi terjadi. 🙂

slide3

#hari3

#tantangan10hari

#kuliahbunsayiip

#komunikasiproduktif

Komunikasi Produktif

Merajut Mimpi Bersama Pasangan

Setelah hampir sebulan menggodok konsep yang ingin disampaikan. Akhirnya, kemarin 25 Januari 2017 memberanikan diri menyempurnakan konsep dan ide yang bergelayut di kepala dalam bentuk tulisan dan mengirimkannya via email pada suami. Berdasarkan pengalaman selama ini, berkomunikasi dengan suami lebih mudah dilakukan jika diawali dengan tulisan dan diarahkan ke satu topik yang fokus. Sehingga untuk menghindari pembicaraan kami melebar ke topik lain, saya mengajukan proposal tertulis dulu tentang topik yang akan diperbincangkan. Setelah file siap, saya kirim ke suami tercinta. Saya memperjelas tentang pentingnya file yang saya kirimkan dan berkaitan dengan life map hidup saya dan keluarga. Suami saya menanggapi dengan hangat dan bersedia menyediakan waktu khusus untuk membahasnya setelah sampai di rumah. Sungguh emosi positif yang rasakan dari tanggapan yang diberikan oleh suami menjadikan energi positif tersebut berlanjut pada komunikasi yang positiif pada anak-anak. Saya menjalani hari kemarin dengan memperbanyak aktifitas membaca bersama anak-anak. Dalam sesi tersebut, saya mencoba menginternalisasikan nilai-nilai tauhid melalui buku. Energi positif dari komunikasi bersama pasangan memberi dampak yang luar biasa dalam proses pengasuhan. Dalam proses internalisasi nilai-nilai pada anak saya coba senatural mungkin tanpa paksaan dan lebih banyak tanya jawab. Sehingga saya harapkan nilai tauhid benar-benar mengakar pada benak mereka tanpa adanya paksaan. Demikian pula dengan pasangan, saya menginginkan suami menjalani peran sebagai pendukung mimpi istri bukan dengan paksaan namun didasari dengan dialog dan hujjah yang dapat dipertanggungjawabkan.Sesampainya di rumah, sungguh respon yang diberikan sangat positif dan hangat atas konsep yang saya ajukan. Masukan positif diberikan serta bersedia mendukung serta siap dengan konsekuensi yang sudah saya sampaikan tertulis sebelumnya. Life map dan mimpi-mimpi yang saya sampaikan sebelumnya selalu berakhir dengan perdebatan tak berujung, namun dengan menuliskannya secara rinci menjadikan maksud saya tertangkap dengan jelas oleh suami tercinta. Hidup bersama memang menjadikan kami belajar terus menerus. Komunikasi dengan pasangan bukanlah hal mudah, maka saya berupaya sebaik mungkin memperbaikinya setiap hari. Dimulai dari hal kecil dan kontinyu semoga membawa perubahan besar pada kehidupan keluarga kami. Aammiin…

rumus-komunikasi-ala-keluarga-kami

#hari2

#tantangan10hari

#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayiip