Komunikasi Produktif

Kalimat Positif

Hari ini, Bunda, Mas Rasya, dan adik Najah kembali ke rumah. Dan duo krucil ini kembali beraktifitas seperti biasa. Kakak beradik ini rupanya tengah mengidam-idamkan makanan oleh-oleh dari Bandung yang tampilannya menarik. Dan, karena saya sedang kelelahan luar biasa saya tidak sadar saat mereka minta bantuan untuk membukakan packaging makanan tersebut. Saat saya terbangun, tiba-tiba mereka berdua tengah asyik menikmati makanan tersebut dan saya melihat ada lap di dekat mereka yang tampak menutupi tumpahan air. Saya ikut duduk bersama mereka dan bertanya bagaimana mereka bisa membuka packaging makanan tersebut. Si Mas berkata, “aku sama adek buka ini pakai gunting bun.” Bunda terkejut, “kok tahu tempat simpan guntingnya? Gimana tadi cara ambil guntingnya?” Saya terkejut karena gunting saya simpan di tempat tinggi agar tidak membahayakan anak-anak. Merekapun menjelaskan bahwa mereka bekerjasama dengan menggunakan kursi untuk mengambil gunting. Si Mas berkata dia teringat perkataan Bunda bahwa kalau merasa tidak bisa langsung buru-buru ubah menjadi bisa. Dan itu yang dilakukannya pada dirinya sendiri dan pada adiknya. Diapun mengakui kesalahannya karena kurang hati-hati saat mengambil air hingga akhirnya tumpah ke lantai dan minta maaf, “Tapi, aku sama adek bertanggungjawab kok Bun, tuh udah dilap basahnya.. ”

Nyess, terharu sekaligus bahagia mendengar cerita mereka berdua. Ternyata kata dan kalimat positif pada anak menjadi amunisi utama bagi perkembangan emosi mereka. Dan saya berkaca dan segera introspeksi atas berbagai kalimat negatif yang masih sering terucap dan berusaha menggantinya dengan afirmasi positif.

#hari10

#komunikasiproduktif

#tantangan10hari

#kuliahbunsayiip

Komunikasi Produktif

Komunikasi Tanpa Bicara

Kemarin, memasuki hari ke-3 menjalani games di #tantangan10hari kuliah bunda sayang IIP dan karena memang dalam weekdays sangat jarang Sang Ayah bisa pulang tepat waktu karena memang tuntutan pekerjaannya yang mengharuskannya pulang larut malam. Sehingga, saat Sang Ayah pulang anak-anak pun sudah terlelap. Malam itupun saya rasanya tak kuasa menahan rasa kantuk selain karena seharian beraktifitas dengan anak-anak saya harus menyelsaikan beberapa pengiriman buku bahkan sayapun lalai menyapanya baik via wa ataupun telepon selama seharian. Sehingga saat suami sudah berada di rumah, saya tidak bisa menyambutnya dan menyiapkan standar malam untuknya. Tiba-tiba saat saya terbangun, suami tengah bersiap tidur di samping anak-anak. Saya mencoba menyapa siapa tahu bisa melakukan pillow talk dengannya. Namun karena sepertinya suami sedang kelelahan, akhirnya saya biarkan suami langsung terlelap di samping anak-anak. Seringkali saya merasa saat suami pulang saya ingin bercerita banyak padanya, apa saja yang telah saya alami bersama anak-anak dan lain sebagainya. Namun saya sering lupa tidak memperhatikan bahwa suami terkadang juga sudah lelah dengan berbagai urusan di kantor dan pastinya ingin istirahat. Maka, di saat-saat seperti ini saya memilih untuk melakukan self talk dan diam tidak mengganggu suami. Komunikasi seperti ini kami rasa sesekali diperlukan untuk saling tetap memberikan ruang pada pasangan. Dalam self talk saya berusaha menahan apa yang ingin saya sampaikan pada saat itu juga dengan memperhatikan manfaat madharat yang akan saya peroleh. Jika saya tetap memaksanya tetap mendengarkan atau mengajaknya ngobrol di tengah suasana hati dan kelelahannya maka bisa jadi bukan manfaat dan komunikasi produktif yang dihasilkan. Butuh waktu lama bagi kami hingga bisa sampai tahap ini saling memahami kondisi masing-masing dan berusaha menahan diri dari egoisme. Setelah saya melakukan self talk ini saya memutuskan untuk menunda keinginan pribadi saya untuk ngobrol banyak hal dengannya. Saya mengurangi kebaperan dengan menghalau berbagai bisikan setan yang pastinya gencar untuk menyuruh saya memaksakan kehendak saya pada suami melalui self talk ini. Self talk ini juga menjadi sarana saya menjadi lebih wise dalam memandang berbagai tantangan dalam rumah tangga. Keesokan harinya, ternyata memulai hari dengan obrolan hangat dapat kembali terjalin dengan suami. Terkadang, komunikasi kami terbanguun bukan hanya sekedar dengan kata-kata namun dengan saling memahami bahasa tubuh masing-masing. Ada kalanya diam menjadi pilihan terbaik dalam komunikasi bersama pasangan. Dan menjadikan self talk sebelum bereaksi atas segala tindakan orang lain juga dapat mengurangi resiko kegagalan komunikasi terjadi. 🙂

slide3

#hari3

#tantangan10hari

#kuliahbunsayiip

#komunikasiproduktif

Knowledge

Resume Buku Bunda Sayang

Hampir 2 tahun berada di grup Institut Ibu Profesional dan hampir 2 bulan mengikuti program matrikulasinya. Bersyukur sekali bisa berada di tengah-tengah para Ibu pembelajar yang semangat belajar dan berbaginya luar biasa. Memacu saya untuk makin memperbaiki diri sebagai individu, sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai agen perubahan di masyarakat. Banyak PR yang masih harus saya benahi, namun semoga sambil bebenah diri sambil terus belajar dan berbagi dengan para Ibu yang lain. Dalam program matrikulasi ini, saya disadarkan dengan proses belajar yang bertahap dan fokus serta tidak terburu-buru yang terpenting adalah komiten dan konsisten. Dulu, banyak sekali buku yang dilahap untuk dibaca, namun tak berbekas sedikitpun (karena memang ilmu yang tak diikat dengan tulisan kemungkinan besar akan tak bertahan lama). Lebih-lebih jika isi buku tak kunjung diaplikasikan, rasanya ilmu-ilmu yang pernah dibaca pun sekedar melekat sejenak di otak lalu hilang tak berbekas. Sekarang saya berupaya menuliskan dan berusaha mengapikasikan apa yang saya baca sedikit demi sedikit.

Sambil belajar di program matrikulasi, saya akhirnya terpacu untuk membaca referensi yang dijadikan rujukan yaitu Serial Buku dari Institut Ibu Profesional. Walaupun sudah membaca semua bukunya, namun, saya ingin merefresh kembali ingatan serta sedikit demi sedikit mempraktekkan tulisan dari para Ibu yang luar biasa dalam buku tersebut agar menjadi sosok ibu yang dibanggakan keluarga. Dalam seri Bunda Sayang ini saya banyak sekali tertampar dengan cerita-cerita yang disajikan maupun tips-tips yang diberikan. Agar semakin sering tertampar, maka catatan tips dari buku tersebut saya buat untuk pengingat diri dengan menempelkannya di sudut ruangan yang sering saya kunjungi di rumah. Agar setiap saya khilaf saya teringat kembali dengan pengalaman dan tips yang diberikan oleh para Ibu keren penulis buku ini. Sungguh saya masih jauh dari sosok ideal yang disebutkan dalam buku ini, maka saya sedang berusaha belajar untuk menjadi sosok Ibu Penyayang seperti di dalam buku ini.

Tulisan kali ini dalam rangka berbagi dengan para Ibu yang juga ingin terus belajar menjadi sosok penyayang di tengah keluarganya. Buku Bunda Sayang ini berisi 12 Ilmu Dasar Mendidik Anak yang di dalamnya menyajikan cerita dibalik poin ilmu pengasuhan seta tips dan trik penerapannya. Terdiri dari 192 halaman dan ditulis oleh para Ibu yang tergabung dalam Komunitas Ibu Profesional.

Resume ini saya buat dalam 2 versi yaitu Resume Buku Bunda Sayang Full dan dalam bentuk poin-poin yang tips yang saya tempel di sudut ruangan sebagai pengingat diri Resume Bunda Sayang-Poin Pengingat Diri. Semoga resume ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan juga para Ibu lain. Semoga Allah memberi kekuatan kita semua untuk terus komitmen dan konsisten menjalaninya. Aammiin….

cover-bunda-sayang

 

 

 

 

 

 

My Life

Playdate with Mas Rasya

Berhubung diapers dan kebutuhan krucils lagi pada abis, mau tidak mau ya harus belanja. Nah, kebetulan si Mas Rasya ini emang hobinya jalan – jalan. Jadilah sekalian ajang belanja bisa buat ajang jalan – jalan buat si anak sholeh ini. Biasanya kalo ada ayahnya, kami pasti belanja sama – sama (untuk volume belanja bulanan) jika kondisi tidak memungkinkan bawa krucils ya biasanya saya sendiri ato suami sendiri yang belanja. Jarang sekali sepertinya akhir – akhir ini bisa pergi berdua dengan Rasya, sejak saya melahirkan anak ke-2. Maklum, kami tidak punya asisten khusus yang stand by di rumah jadi kemana – mana selalu bersama (Bunda, Rasya, dan Adik Najah) kalo ayahnya lagi ga di rumah.

Tapi kemarin, tanggal 1 Oktober 2014 sepertinya kesempatan langka karena kami bisa pergi berdua, walaupun cuma sekedar belanja bulanan. Alhamdulillah lagi ada sepupu di rumah mbah kungnya Rasya jadi bisa minta tolong untuk jagain si adik.  Saya anggap ini sebagai playdate kami. Sebelum berangkat, Mas Rasya udah sibuk sendiri menyiapkan sandal dan tasnya. “Kita udah terlambat ya? Ayo Bund, cepetan..” begitulah celotehan Rasya yang udah gak sabar pengen keluar rumah.

WP_002961
Mas Rasya is ready to go

Kamipun berangkat berjalan kaki berdua saling bergandengan tangan (jaraknya deket kok cuma sekitar 200 m). Buat saya ini suasana romantis ibu dan anak yang mungkin jarang sekali terjadi. Kami bisa saling ngobrol santai dan anak sholeh ini bercoleteh ringan mengungkapkan kegirangannya. Biasanya Mas Rasya ini memang ekspresif di manapun dan kapanpun. Biasanya Mas Rasya sering merasa cemburu kalo bundanya sedang bersama adik Najah, tapi bisa berduaan sama Bunda sekarang membuat Mas Rasya bernostalgia di masa sebelum adiknya lahir.

Sampai di depan Sun City, saya sengaja mengambil foto Rasya dulu untuk dikirim ke ayahnya. Sekalian bernostalgia waktu acara resepsi pernikahan, karena di Sun City Hotel inilah resepsi kami diselenggarakan plus kencan pertama juga sama si Ayah setelah akad nikah.

WP_002962
Pose dulu di Depan Sun City…

Setelah itu kamipun masuk ke mall, namun karena masih sekitar jam 09.15 mall masih sepi dan para penjualnya pun tampak baru bersiap-siap. Ragu apa Giant nya sudah buka atau belum, saya pun bertanya ke Satpam yang berjaga, ” Giant sudah buka belum ya Pak?” Rasya pun menirukan pertanyaan saya. Pak Satpamnya pun menjawab sambil tersenyum, “Udah dek, mau beli apa emangnya?” Rasya pun menjawab dengan ceria, “Mau beli pampers.. Dadah…”

Setelah itu kamipun segera memulai ritual belanja. Ambil trolley, gendong Rasya untuk duduk di trolley, dan dorong… Perburuan pun dimulai. Saya sudah buat list belanja dulu di rumah, jadi harus pintar – pintar menahan diri untuk tidak tergoda belanja yang lain. Sekalipun awalnya masih tergoda juga lihat beberapa item yang diskon.

Layaknya anak kecil yang minta dibeliin macem-macem kalo lagi di mall, Rasya pun demikian. “Bund, mau beli mainan… Mau sepeda bund.. Itu bund, itu… ” sambil menunjuk mainan – mainan yang diminatinya. Tapi saya teringat beberapa tulisan tentang delayed gratification untuk menghadapi hal seperti ini. Saya pun menjelaskan bahwa mainannya di rumah sudah ada apalagi seperti mobil-mobilan kan sudah ada banyak sambil saya sebutkan nama-nama yang diberikannya untuk mobil-mobilannya serta sepeda shin channya yang ada di rumah. Saya tambahkan juga, “Kita kan jalan kaki, Nak… Nanti bawanya bagaimana?” Rasyapun tampak berfikir dan tidak lagi merengek. Alhamdulillah…

Niatnya pengen jalan kaki lagi pulangnya, sekalian pengen mampir – mampir beli soto atau apa. Tapi apa daya tangannya udah mulai keberatan bawa 1 kardus belanjaan, akhirnya sayapun panggil tukang becak saja untuk mengantar kami pulang. Ditambah lagi saya yang mulai galau karena takut si Adik Najah menangis. Rasya pun tampak senang bisa naik becak, sekalipun sudah 2 atau 3 kali naik becak. Sesampainya di rumah, saya minta tolong ke abang tukang becaknya untuk mengabadikan momen ini. Makasih ya Cak…

WP_002967
Pulang naik becak…

Adik Najahpun tidak menangis saat ditinggal… Alhamdulillah… Lain kali giliran Adik Najah ya playdate sama Bunda… Insya Allah…