Waktu : Sabtu, 15 Oktober 2016 Pukul 07.30-13.00
Tempat : Hotel Horison, Bekasi
Pesan Ibu Elly sebelum memulai menyampaikan materi :
- Letakkan semua gelar, jabatan dan embel-embel lainnya dan ikhlas mendengarkan Ibu Elly sebagai orang tua yang sedang bicara dengan anak-anaknya
- Menyampaikan poin-poin penting serta mencatat isi seminar pada saudara kandung, saudara ipar, dan semua orang yang dirasa penting agar mendapat manfaat
- Tidak berbicara atau ngobrol dengan kawan yang duduk di sebelah kita
Ibu Elly mengawali dialog dengan para peserta dengan menanyakan adakah dari para peserta yang hadir yang pernah mengikuti sekolah menjadi orang tua sebelum menikah atau memiliki anak. Dan semua serempak mennjawab tidak. Bu Elly pun kemudian berkisah bahwa belaiu pun demikian. Sekalipun beliau sudah tertarik dengan ilmu psikologi sejak kelas 4 SD dengan menentukan targetnya untuk mengambil jurusan Psikologi saat kuliah dan sering bertanya pada kakak sepupunya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan psikologi serta membaca-baca buku-buku Psikologi sejak usia remaja bahkan lulus dari Fakultas Psikologi UI, tetap “nyungsep” saat menjadi orang tua. Saya merasa tidak sendiri saat itu. Dan saya merasa bahwa memang menjadi orang tua adalah saat di mana kita tidak boleh berhenti belajar bahkan harus makin banyak belajar. Maka, benar adanya jika berbagai macam kekeliruan yang kita buat dalam masa pengasuhan anak muncul karena ketidaksiapan kita sebagai orang tua. Ketidak siapan menjadi orang tua ini disebabkan karena kita tidak menguasai :
- Tahap perkembangan anak
- Cara otak bekerja
Ketidaksiapan ini akhirnya berpengaruh pada kepribadian dan masa depan anak. Ketidaksiapan menjadi orang tua mengakibatkan pola pengasuhan orang tua yang tidak punya prinsip (tidak ada visi misi keluarga) mendasar sehingga pola pengasuhan yang dianut adalah pola pengasuhan spontan dan hanya mengikuti pola asuh yang orang lain terapkan atau sedang tren.
Komunikasi dalam pengasuhan anak ini penting sekali dibahas karena cara kita berkomunikasi baik dengan anak mapun dengan partner kita mengasuh anak (suami) merupakan kunci dalam menyampaikan pesan pada anak agar dapat menjadi value yang menjadi karakter anak di kemudian hari. Bu Elly meinta para peserta yang hadir untuk merefleksi dan mengembara ke masa lalu bagaimana kami, para peserta biasa berkomunikasi pada anak-anak kami. Beliau mencontohkan dengan sangat apik sehingga kami pun langsung merasakan bahwa “Yah, itu yang sering saya lakukan dan katakana pada anak-anak saya”. Dan ternyata semua orang tua mengakui bahwa apa yang mereka bicarakan dan sampaikan pada anak dengan gaya yang dipraktekkan oleh Bu Elly merupakan hal tidak disengaja tapi menjadi hal yang otomatis dilakukan saat menghadapi anak (autopilot). Hal ini bisa jadi karena kita mencontoh dari sekitar kita dan sudah melekat pada diri kita. Dan menurut pemaparan Bu Elly, akibat dari bicara yang tidak sengaja ini cukup signifikan sebagaimana berikut :
- Melemahkan konsep diri
- Membuat anak diam, melawan, menentang, tidak peduli, sulit diajak bekerjasama
- Menjatuhkan harga dan kepercayaan diri anak
- Kemampuan berfikir menjadi rendah
- Tidak terbiasa memilih dan mengambil keputusan bagi diri sendiri
- Selalu timbul rasa iri
Dari contoh yang beliau paraktekkan, ada beberapa poin kekeliruan yang sering dilakukan dalam berkomunikasi, di antaranya :
- Bicara tergesa-gesa
- Tidak kenal diri sendiri
- Lupa bahwa setiap individu itu unik
- Perbedaan “Needs & Wants !” atau “Kebutuhan & Kemauan” antar orang tua dan anak yang menimbulkan kesalahpahaman karena banyak hal yang tidak sempat & terabaikan
- Tidak membaca bahasa tubuh
- Tidak mendengar perasaan
- Kurang mendengar aktif
- Menggunakan “12 Gaya Populer”
- Selalu menyampaikan “Pesan Kamu”
- Tidak memisahkan masalah siapa
- Bicara dengan prinsip ekonomi
Setelah berkelana ke masa lalu sambil merefleksi banyak sekali kekeliruan yang kami buat sebagai orang tua selama ini terutama dalam hal komunikasi kepada anak, kami diajak oleh Ibu Elly untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak-anak kami. Beliau memberikan langkah-langkah yang dapat kami lakukan di anataara adalah :
- Turunkan frekuensi
- Baca bahasa tubuh
- Dengarkan perasaan
- Mendengar aktif
- Hindari “12 gaya popular”
- Jangan bicara tergesa-gesa : gaya “siapa kamu”
- Belajar untuk kenali diri & kenali lawan bicara kita (anak, suami, dsb)
- Ingat : setiap individi unik
- Pahami bahwa kebutuhan dan kemauan itu berbeda
- Tentukan masalah siapa : Anak perlu proses BMM (Berfikir-Memilih-Mengambil keputusan) agar menjadi pribadi mandiri dan bertanggungjawab. Saat itu memang masalah anak, biarkan anak berfikir,memilih dan mengambil keputusan karena saat itu kita tengah memberikan kesempatan padanya untuk belajar mandiri dan bertanggungjawab. Ada tips agar anak mandiri dalam hal pemilihan menu dan menyiapkan makanan dari BU Elly yaitu dengan memberikan kesempatan bagi masing-masing anak memilih menu yang disukainya untuk dijadikan menu makan di waktu tertentu selaama 1 minggu. Misalnya Bu Elly memiliki 3 anak, maka dalam 1 minggu si sulung berhak memilih menu sarapan untuk 1 minggu, si tengah menu makan siang, dan si bungsu menu makan malam. Setelah mereka menentukan menu, Bu Elly meminta mereka melihat stok makanan di kulkas dan di tempat penyimpanan makanan. Masing-masing anak bertugas menyusun kebutuhan belanja bahan makanan yang belum tersedia selama 1 minggu ke depan. Setalah menyusun daftar belanja, maka bertugas untuk berbelanja sesuai list yang tellah mereka buat. Sehingga dalam 1 minggu sudah tidak ada lagi kebingunan memasak apa arena semuanya sudah siap. Selain itu Ibu Elly juga memberi tips clothing anak-anak agar mereka bellajar BMM yaitu dengan: (1) Memisahkan dan mengklasifikasikan baju berdasarkan jenisnya misalnya atasan dengan atasan, bawahan dengan bawahan, vest dengan vest, dst bukan sudah dipasang-pasangkan atasan dan bawahannya; (2) Memberikan kepercayaan anak saat memilih pakaian yang akan dipakaianya; (3) Biarkan anak melakukan pemilihan dan mix and match sendiri pilihannya; (4) Jikalau pun pilihan anak tidak nyambung dan terlihat anaeh, maka sebagai orang tua tidak perlu protes dan biarkan anak yang menyadari sendiri serta belajar memperbaiki pilihannya.
- Bekerjasama memecahkaan masalah
- Sampaikan pesan saya
Masing-masing step baik dari kesalahan maupun cara memperbaiki dipraktekkan oleh peserta didampingi oleh Ibu Elly.
Kesalahan komunikasi ini terjadi karena kita terbiasa dengan lingkungan yang prinsip bicaranya menganut prinsip ekonomi antara lain : Efektif Efisien (bicara singkat langsung to the point dan tidak menyentuh sisi emosional) dan Produktif (akan mendapat apa, menghasilkan apa sehingga manusia dinilai berdasarkan materi dan tidak memperhatikan sisi emosi, sosial, dan spiritualnya). Kesalahan komunikasi juga terjadi karena adanya inner child negatif pada orang tua yang disebabkan oleh trauma masa lalu yang tidak disadarinya sehingga melekat dan akhirnya melahirkan metode parenting yang sama dengan yang pernah dialaminya pada masa lalu yang belum tuntas dan termaafkan. Inner Child adalah adanya sisi anak-anak yang ada pada sikap orang dewasa yang akan otomatis keluar menjadi kebiasaan. Inner child ada yang positif ada pula yang negatif. Contoh inner child positif adalah saat kita bisa bermain dengan anak-anak kita bisa mengikuti ritme mereka dan ikut ceria karena kita memposisikan diri sebagai anak kecil yang dahulu punya masa lalu yang positif sehingga bisa menyalurkan keceriaan pada anak-anak. Namun, ada kalanya yang muncul dan dominan adalah inner child negatif misalnya saat kecil kita terbiasa dimarahi jika berbuat kesalahan dan itu yang menempel di otak kita karena selama bertahun-tahun membekas sebagai trauma dan belum tuntas terselesaikan. Maka yang akan muncul adalah kita akan memarahi anak-anak kita jika melakukan kesalahan seperti yang pernah kita lakkukan. Inner child negatif ini akan mengakibatan anak merasa kurang percaya diri. Maka cara terbaik sebelum anak kita juga terbelenggu dengan inner child negatif warisan kita adalah dengan cara melepaskan inner child negatif kita sebagai orang tua terlebih dahulu. Tips yang diberikan oleh Ibu Elly adalah dengan memutus mata rantai inner child tersebut. Satu-satunya jalan adalah dengan memaafkan masa lalu kita dengan siapapun itu yang menurut kita memberikan impact pada inner child negatif kita baik itu orang tua kita, saudara kandung kita, suami kita, mertua kita, dsb. Saran Ibu Elly proses memaafkan dan meminta ampunkan tersebut sebaiknya dilakukan saat kondisi kita berada dalam fase beta. Fase ini biasanya saat kita sedang khusyu’ beribadah seperti saat sholat tahajjud. Dalam dzikir dan doa kita kita upayakan untuk melepaskan segala beban dan trauma masalalu serta memamaafkan dan berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu. Dalam menyeleksi jodoh baik anak maupun orang tua perlu menyeleksi calonnya dengan melihat sisi inner child nya. Jika sudah oke maka dapat dilakukan proses khitbah dan selanjutnya baru ta’aruf (yang waktunya harus dibatasi maksimal 3 bulan).
Ibu Elly juga menyebutkan adanya delusi besar yang sesuai dengan teori Patrick Carnes, Ph. D, 2001. Delusi besar ini adalah kondisi di mana keluarga merasa kondisi keluarganya baik-baik saja padahal kondisi sebenarnya sudah tidak lagi harmonis dan hanya saat aada orang lain tampak harmonis karena masalah komunikasi. Hal ini disebabkan anatara lain karena faktor :
- Self Image : Anak merasa tidak diinginkan atau diabaikan oleh orang tuanya
- Relasi anak & orang tua dan anggota keluarga tidak hangat
- Needs : Kesepian dan merasa tidak terlindungi serta tidak ada temat bergantung atau berkeluh kesah. Orang tua juga perlu membedakan pengasuhan anak laki-laki dan perempuan yang berbda karena kebutuhan dan kemauannya pun berbeda.
Kondisi delusi inilah yang menyebabkan banyaknya anak-anak muda yang kecanduan seks. Para generasi muda menjadi generasi yang B-L-A-S-T (sesuai dengan teori Mark Kaselmen). BLAST merupakan singkatan dari Boring-Lonely-Angry/Afraid-Stress-Tired yang akhirnya mengakibatkan beberapa penyimpangan seperti : pornografi, seks suka sama suka, pacaran, LGBT, Masturbasi, oral seks, merokok, miras, dan narkoba.
Agar anak-anak merasa dihargai, maka tugas kita sebagai orang tua adalah menagkap basah mereka saat sedang berbuat baik dan langsung berikan pujian dan apresiasi.
Di sesi Tanya jawab semua penanya mempertanyakan hal yang hampir sama mengenai kegalauan sebagai ibu yang bekerja. Bu Elly menjawab dengan tegas agar para ibu tersebut dapat lebih mendahulukan anak-anak mereka daripada pekerjaannya. Ibu Elly meminta para orang tua untuk lebih menebalkan imannya tentang konsep rizki. Bahwa yang memberikan rizki adalah Allah bukan bos kita. Yakinlah bahwa Allah akaan memberikan rizki pada kita dari jalan yang tidak akan pernah kita sangka-sangka. Ibu Elly menambahkan cerita beliau yang menyesali saat mengasuh 2 anak pertamanya sambil disambi bekerja yang akhirnya beliau tidak dapat memberikan ASI karena kelelahan bekerja maka diberikan obat yang dapat menyetop ASInya. Sehingga pada saat anak ketiga, beliau tidak lagi mengambil job dan fulltime bersama aanak-anaknya dan akhirnya Allah memberikan ganti rizki melalui suami beliau.
Kesimpulan yang dapat saya ambil dari materi komunikasi pengasuhan ini adalah perlu adanya kedekatan atau bonding terlebih dahulu antara suami dengan istri, ayah dengan anaknya, dan ibu dengan anaknya sehingga pesan yang ingin disampaikan pun akan sampai di hati anak-anak kita. Dan untuk para oran tua agar dapat memaafkan masa lalunya sehingga dapat menyampaikan komunikasi yang positif dalam pengasuhan.
Bogor, 20 November 2016
Haroh