Life Experience, My Life

MINGGU KETIGA TOILET TRAINING ANAK GADISKU : EVALUASI CHECKLIST KESIAPAN TOILET TRAINING

Mau tutup muka dulu deh karena malu….. Terjadi penurunan pada konsistensi seorang Bunda yang sedang melakukan toilet training untuk anak gadisnya, hua…. Alasannya katanya karena hujan terus menerus dan baju-baju belum pada kering. Itu alas an atau pembenaran ya? Jadi malu dan sedih saya. Sepertinya harus mengulang dari awal lagi prosesnya kalau begini. Ditambah si anak yang jadi nyaman lagi dengan diapersnya, jadi makin bikin males Bundanya saja.

Ini jadi evaluasi untuk saya agar lebih konsisten dan persisten dalam proses toilet training ini. Dan semoga semangatnya di minggu-minggu ke depan semakin kencang bukan makin mengendor. Perlu lebih banyak asupan bacaan tentang toilet training sepertinya. Karena ternyata berbeda jauh dengan saat menghadapi kakaknya dulu. Jadi, saya harus tetap dan terus belajar.

Akhirnya menemukan link tentang checklist kesiapan anak untuk toilet training dan mulai mengevaluasi kesiapan si adek dari check list berikut ini :

1.       Tanda Kesiapan Fisik

Beberapa tanda kesiapan fisik dapat dilihat dari :

Ø  Sudah cukup stabil saat berjalan ataupun berlari

Ø  Buang air kecil dengan jumlah yang cukup pada satu waktu

Ø  Prediksi waktu serta frekuensi waktu buang air yang mulai terlihat

Ø  Punya periode “kering” saat tidur siang sekitar 2 jam yang meandakan otot anak sudah siap menahan buang air kecil

2.       Tanda Kesiapan Sikap

Beberapa tanda kesiapan sikap dapat ditunjukkan dengan kondisi berikut ini :

Ø  Dapat duduk tenang dalam 1 posisi untuk 2-5 menit

Ø  Mampu menarik celananya ke atas dank e bawah

Ø  Merasa tidak nyaman saat menggunakan popok yang basah atau kotor

Ø  Menunjukkan ketertarikan dan rasa ingin tahu kebiasaan orang lain saat di kamar mandi

Ø  Memberikan sinyal dengan gesture aatau bicara langsung jika merasa ingin buang air

Ø  Menunjukkan keinginan untuk mandiri

Ø  Menunjukkan rasa bangga saat meraih satu pencapaian atau prestasi

Ø  Mulai kooperatif dengan ajakan atau negosiasi dengan orang lain

3.       Tanda Kesiapan Kognitif

Beberapa hal yang dapat menujukkan kesiapan kognitif anak adalah :

Ø  Dapat mengikuti instruksi sederhana seperti, “Tolong bereskan mainan, tolong bersihkan, dsb”

Ø  Memahami pentingnya meletakkan sesuatu pada tempatnya

Ø  Dapat menyampaikan dengan jelas jika ingin buang air besar maupun kecil

Dari semua checklist ttersebut ada beberapa hal yang memang kurang saya perhatikan saat akan memulai toilet training si adek. Akan tetapi, secara keseluruhan Najah sudah menjunkkan kesiapan fisik, sikap, dan kognitifnya. Hanya tinggal melatih beberapa item yang masih belum menjadi kebiasaannya. Semoga Bunda, makin rajin membaca dan belajar tentang seluk beluk dunia anak ya, biar tambah pinter dan anak-anaknya bahagia… Aammiin…

image
sumber : google.com

#ODOPfor99days #day22

My Life

MINGGU KEDUA TOILET TRAINING ANAK GADISKU

Memasuki minggu kedua toilet training, si adik mulai terbiasa dengan kebiasaan ke toilet. Frekuensi buang air kecil dan besar juga mulai terlihat. Saya mencatat untuk buaang air kecil dari pagi hingga siang frekuensinya sekitar 2-5 kali dan siang-sore sekitar 0-2 kali. Sedangkan buang air besar dalam 1 hari frekuensinya sekitar 1-2 kali, biasanya di pagi atau malam hari.

Walaupun masih lebih sering pipis di celana, namun sesaat setelah pipis, Najah akan segera bilang karena tidak nyaman. Atau terkadang diungkapkan dengan menangis tanda tidak nyaman. Di hari jum’at saya meliburkan toilet trainingnya, karena ada Mbah Kungnya dari Sidoarjo yang dating dan mengajak pergi jalan-jalan. Akhirnya, sementara karena di perjalanan adek libur dulu toilet trainingnya.

Minggu kedua ini sebenarnya merupakan uji konsistensi Bundanya. Yah, saya berusaha lebih tenang menghadapi si adek yang kurang nyaman dengan situasi toilet training sekarang. Proses toilet training si adek ini juga jadi sarana melatih emosi saya, karena menghadapi anak tantrum beberapa kali dalam sehari terkadang membuat saya menjadi lelah secara emosi. Namun, saya bersyukur, si Mas Rasya banyak membantu saya. Mulai dari membantu mengambilkan lap pel, membantu menenangkan adiknya, atau bahkan mengingatkan saya yang terkadang kurang sabar menghadapi adiknya yang sedang tantrum.

Di minggu pertama, saya sempat pakai trik hanya memakaikan kaus dalam dan celana dalam saja pada si adik untuk menghemat cucian baju. Karena frekuensi hujan mulai sering jadi seringkali stok baju menipis karena masih dijemur atau dicuci. Namun, si adik ternyata tidak nyaman hanya memakai kaus dalam dan celana dalam saja walaupun hanya di dalam rumah. Maunya ganti baju sesuai permintaannya. Begitulah mungkin karena anak gadis jadi sedikit berbeda dengan anak laki-laki dan lebih centil dalam hal fashion, hihi.

Nah, trik membersihkan pakaian yang terkena ompol si adek yang saya pakai adalah selalu langsung merendamnya dengan air kran yang mengalir sampai baunya hilang setelah itu baru diberi deterjen, dikucek, dan langsung dijemur. Karena jika dibiarkan saja baunya akan menyengat dan akan lebih sulit hilang. Namun, jika terpaksa si adik gak mau ditinggal ngucek, saya hanya merendamnya dengan air kran sampai baunya hilang lalu kran akan saya matikan.

Selain pakaian terkadang, si adek masih minta disusui di sofa bed yang ada di rumah. Nah, terkadang saat sedang di sofa bed adek juga mengompol. Untuk menjemurnya saya tidak mungkin bisa. Selain karena ukurannya yang besar, beratnya juga lumayan sehingga saya tidak kuat untuk mengangkatnya ke luar. Akhirnya, trik yang saya gunakan untuk membersihkan adalah dengan mengelap dengan lap yang dibasahi. Lalu mengelapnya kembali dengan tisu basah yang berbau harum. Lalu menghilangkan basahnya dengan menyalakan kipas angin di dekatnya. Sementara ini baunya tidak membekas di sofa, hanya saja jadi ada sedikit bercak berbeda warna tanda pernah basah di atas sofa. Oleh karena itu seringkali saya menyiapkan matras di lantai untuk mengalihkan keinginan si adik untuk menyusu di sofa. Karena jika menggunnakan matras, lebih mudah membersihkannya, hanya perlu dilap dan nodanya tidak tembus karena bahan covernya yang tidak menyerap air.

Semoga minggu ketiga dan seterusnya, bisa memberikan banyak pelajaran lagi bagi saya, adik Najah serta Mas Rasya. Indeed, toilet training ini adalah sebuah proses yang ternyata bukan hanya untuk si adik tapi juga proses belajar bagi seluruh anggota keluarga intinya.

image
pic from : http://www.nhk.us

Life Experience, My Life

MINGGU PERTAMA TOILET TRAINING ANAK GADISKU

Masa-masa toilet training si adek ini membuat saya merasa begitu cepat ternyata waktu berjalan. Rasanya baru kemarin masa-masa toilet training si kakak, kini sudah giliran si adik rupanya. Masih melekat di ingatan sekitar bulan Oktober-November 2014, Mas Rasya menjalani masa toilet trainingnya dengan aneka tantangan dan pengalaman menarik. Walaupun sudah berpengalaman melakukannya untuk anak pertama, memulai untuk anak kedua pun membutuhkan tekad yang kuat. Awalnya saya ingin memulai saat usia adik 18 bulan, namun saya mengurungkannya karena pada bulan-buan tersebut sedang ada beberapa keluarga yang akan datang ke rumah untuk menginap dan silaturahmi. Saya merasa akan sedikit kurang nyaman, baik bagi tamu maupun bagi kami jika memulainya di saat itu. Di awal Januari 2016 sebenarnya sudah akan saya mulai program toilet trainingnya, namun si adik ternyata kecapekan karena habis liburan, jadi demam, batuk pilek disertai diare. Maka sayapun menunggu sampai si adik benar-benar sudah sehat dan normal kembali frekuensi buang airnya.

Adik Najah ini memang cenderung lebih cepat perkembangan bicaranya. Di usia 1 tahun sudah mulai banyak bicara walauppun hanya 1-2 kata dengan artikulasi yang cukup jelas. Saat usianya 18 bulan, perkembangan bicara sudah jauh lebih pesat, karena sudah dapat membuat kalimat lengkap yang terdiri dari Subyek, Predikat, dan Obyek atau Keterangan. Ditambah lagi sangat cepat dan mudah menirukan kosa kata baru yang didengarnya. Selain itu beberapa lagu, surat pendek, dan doa harian juga mulai bisa melafalkan walaupun harus dipancing dulu depannya. Hal ini salah satu alasan saya memulai toilet training adek Najah di usia 19 bulan menuju 20 bulan. Selain karena kecakapan bicaranya, si adik sudah mulai meminta sendiri jika ingin buanng air besar ke kamar mandi (mungkin, dia sudah merasa risih jika buang air di diapers yang dipakainya).  Hal ini juga yang makin mendorong serta meembulatkan tekad saya untuk memulai toilet training untuknya.

Hari ini tepat satu minggu Adek Najah menjalani toilet trainingnya. Walaupun kecakapan bicara sudah terlihat, serta sudah bisa menyampaikan jika akan buang air besar, proses ini ternyata tetap tidak semudah yang saya bayangkan. Masing-masing anak punya keunikan tersendiri. Saat menjalani toilet trainng untuk kakaknya, tantangan terbesar saya adalah si kakak yang takut air dingin serta si kakak yang menahan agar tidak buang air karena takut air dingin. Saat memasuki giliran si adik, tantangannya adalah justru sebaliknya, yaitu si adik yang sangat hobi main air tak peduli airnya hangat atau dingin. Jadi, setiap dia buang air kecil di celana (belum bisa di kamar mandi), maka akan segera saya ajak ke kamar mandi untuk membersihkannya. Saat saya bersihkan inilah, kemudian si adik ini langsung bermain air dan sulit diajak keluar dari kamar mandi. 3 hari pertama emosi saya belum stabil, begitupun si adik yang masih adaptasi. Terlebih, 1 bulan terakhir ini si adik sangat mudah tantrum jika keinginannya tidak dituruti. Jadilah, saya yang masih belajar mengendalikan emosi ini terkadang masih terpancing jika si adik mulai tantrum. Jadi, drama yang terjadi antara kami berdua di 3 hari pertama adalah tantrum dan mengomel (astaghfirullah…). Melihat kondisi yang seperti ini, tentu awalnya saya sempat terpikir untuk tidak melanjutkan dulu toilet training dengan dalih mungkin si adik belum siap. Namun, ternyata setelah saya merenung kembali bukan si adik yang belum siap, melainkan saya sendiri yang masih belum siap. Mungkin, saat itu kualitas ibadah saya menurun sehingga mudah terpancing saat anak tantrum. Saya tersadar dan segera mengembalikan semangat saya untuk melatihkan hal  kemandirian penting ini untuk anak gadis saya. Berusaha sekaligus meminta bantuan pada Allah agar diberikan kesabaran yang lebih saat menghadapi si adik yang sedang masanya mudah tantrum ini.

Saya sempat mengistirahatkan si adik untuk tidak toilet training di minggu pertama tersebut. Pertama, untuk mengembalikan kestabilan emosi saya dan si adik. Setelah kami memulainya kembali di hari Jum’at, si adik tampaknya sudah mulai terbisa, walaupun masih ngompol sekitar 5 kali dalam kurun waktu pagi setelah mandi sampai waktu mandi sore. Program toilet training yang adik Najah jalani saat ini masih toilet trining di pagi-sore hari. Insya Allah, jika sudah aman di masa ini baru akan dicoba sore-pagi harinya.

Di hari senin kemarin, saya melihat sedikit perkembangan untuk si adik. Dia sudah mulai berusaha menyampaikan jika ingin buang air kecil ke kamar mandi, walaupun masih belum bisa menahan, jadi sudah buang air sebelum sampai di kamar mandi. Dan setelah 2 kali ngompol, si adik akhirnya bisa menahan buang air dan kemarin berhasil 1 kali buang air di kamar mandi tanpa acara tantrum. Walaupun masih cukup sulit diajak berhenti jika sudah main air, tapi paling tidak sudah berkurang dibanding minggu lalu. Hal yang kadang memicu tantrumnya di masa toilet training ini adalah hal memilih baju. Setelah buang air, maka secara otomatis akan diganti baju, celana serta dalaman si adik. Nah, hal yang menguji saya adalah si adik selalu minta baju favoritnya, padahal baju favoritnya masih dicuci, atau sedang dijemur. Jadi, harus penuh bujuk rayu agar mau pakai baju sesuai ketersediaan yang ada.

Semoga di minggu ini, saya makin bisa menyusun strategi yang lebih efektif serta menyenangkan sehingga drama mewek dan tantrum bisa diminimalisir, Aammiiin…

image

My Life

Toilet Impian

Well, kali ini saya mau posting impian saya untuk punya toilet yang friendly untuk ibu-ibu yang punya balita. Habis baca postingan ini http://themothertruth.com/2015/05/11/ditonton-saat-pipis-dan-29-hal-lain-yang-hanya-dialami-para-ibu/ saya sangat merasakan keriweuhan saat harus ke toilet ditemani oleh makhluk kecil yang selalu ngintil ke manapun kita pergi. Kalo di rumah, biasanya saya harus ambil bak mandi anak, dilap bersih sampai ga basah, lalu ambil mainan atau kalo udah kebelet banget kasih sikat gigi yang ada di kamar mandi untuk mainan, baru bisa BAK atau BAB dengan tenang (biasanya ga tenang juga sih, karena akan ada adegan merengek dari si kecil, lalu si ibu akan berusaha bikin suara-suara lucu agar si kecil tidak menangis). Bagi yang udah pernah ke Jepang pasti sudah biasa lihat toilet berikut ini :

image

Gambar ini sengaja saya ambil waktu di sekolah anak saya di Shinonome, Tokyo karena beberapa kali di tempat atau fasilitas umum lain pas pengen moto pasti hp ga kebawa. Ini merupakan multipurpose toilet atau toilet serbaguna yang saya idam-idamkan ada di rumah saya di Indonesia (semoga ada rezeki buat bikin, aammiin). Jadi, awal cerita saya nge fans banget sama toilet ini adalah saat sampai di Jepang pertama kali. Begitu saya sampai di Narita International Airport, dan saya harus ke toilet untuk BAK sedangkan my 10 months baby girl nangis kalo ga liat bundanya dan ga mau digendong ayahnya, seperti biasa akan saya ajak si baby ini ke toilet. Udah kebayang akan duduk di closet sambil gendong my little Najah kayak di Indonesia. Ternyata oh ternyata, begitu masuk toilet perempuan, di dalamnya ada semacam high chair yang bisa dilipat.

image

Nice kan moms? Bundanya bisa dengan tenang BAK, dan si baby bala-bala pun happy. Saya karena agak norak, pas keluar dari toilet sambil senyum-senyum karena happy baru pertama kali ga pake riweuh dan drama nangis saat BAK, hehe..  😉
Bukan cuma itu moms, ada juga board khusus untuk gantiin diapers baby di toiletnya. Jadi, walaupun ga nemu nurseri room ga perlu repot cari tempat buat ganti diapers nya si kecil. Tinggal ditidurin di board itu dan gantiin diapers nya.

image

Dan di toilet ini semua otomatis, tombol flush, tombol untuk cebok, dan pengering semua berdekatan. Jadi, toilet ga becek dan ga berbau.

image

Terus, karena toilet ini luas banget, kalo saya bawa stroller, my 10 months baby, dan ditambah anak pertama yang masih 2 tahun 11 bulan tanpa didampingi ayahnya ga perlu khawatir dan bingung lagi. Tinggal bawa masuk duo balita plus strollernya karena pasti muat bahkan masih sisa space nya. Bahkan pernah, waktu kami jalan-jalan ke Tokyo Skytree di hari sabtu yang ngantri masuknya berjam-jam sampe bingung mau sholat di mana. Akhirnya kami pun sholat di dalam toilet ini dan kami berempat plus stroller masuk semua ke dalam toilet.
Toilet ini juga ramah untuk penyandang cacat. Jadi, everyone can become independent in Japan. Semua fasilitas umumnya mendukung dan ramah untuk ibu-ibu dan penyandang disabilitas. Mimpinya sih, ga cuma punya sendiri di rumah nantinya, tapi di Indonesia bisa jadi standar toilet untuk fasilitas di tempat umum juga. Aammiin.. 🙂

My Life

TOILET TRAINING FOR MY BOY PART 2

Alhamdulillah part ke -2 nya bisa segera menyusul part pertama. Saya sangat bersyukur sekali ternyata waktu yang saya targetkan untuk Mas Rasya bisa lulus toilet training tidak meleset begitu jauh. Tepatnya tanggal 8 November 2014 lalu untuk pertama kalinya Mas Rasya dengan suka rela dan tanpa rengekan ataupun ketakutan sedikitpun mau Buang Air Besar (BAB) di kloset tanpa ada potty seat di atasnya. Saya menargetkan di akhir Oktober 2014 Mas Rasya lulus toilet training, tapi mundur sekitar 1 minggu dari waktuyang ditargetkan. Begitu bahagia dan bangganya saya pada Mas Rasya yang pasti sudah berusaha sebaik mungkin untuk juga memberanikan dirinya duduk di atas kloset. Dia bahkan tersenyum lebar dan minta momen itu diabadikan saat sedang duduk BAB di atas kloset. “Bund… Mas Asya mau difoto ya, hihi..”, begitulah kira – kira celotehan lucunya saat merasakan bahwa tak ada yang perlu ditakuti dengan melakukan BAB di atas kloset. Saya pun memanfaatkan momen ini juga untuk menjelaskan manfaat BAB di atas kloset dibandingkan bila menggunakan diapers. Kebetulan Mas Rasya ini termasuk anak yang mudah mengingat apa yang disampaikan oleh orang lain. Sehingga saat saya samapikan beberapa manfaat dari BAB di kloset dia langsung mengingatnya dan sekarang sering mengulang – ulang perkataan saya saat sedang BAB di kloset, “Nggak kotor kan celananya kalo poop di kloset? Enak kan nggak kececeran poopnya? Langsung disiram air yah poopnya?” Begitulah kira – kira beberapa hal sederhana yang diingatnya.

Memang saat ini, Mas Rasya masih belum mau meminta sendiri untuk BAB di kamar mandi. Namun, saat akan BAB dia sudah menunjukkan gestur tertentu yang menunjukkan bahwa dia ingin BAB. Saat itulah yang saya tangkap untuk segera mengajaknya ke kamar mandi dan duduk di kloset. Pernah sekali waktu saat saya sedang berada di dekatnya dan dia merasa ingin BAB, iapun hanya diam dan akhirnya kembali BAB di celananya. Tampaknya ia masih belum sepenuhnya nyaman atau berani untuk menyampaikan maksudnya untuk Buang Air Kecil (BAK) atau Buang Air Besar (BAB) pada selain Bundanya. Ini merupakan tahapan selanjutnya dalam toilet training tentang bagaimana saat orang lain yang akan menemaninya dalam proses pembersihan. Kerjasama yang baik antara anak dan orang tua dalam toilet training sangat diperlukan. Oleh sebab itu, sebagai orang tua memang kita harus lebih bersabar dalam mengahadapi berbgai tantangan dalam toilet training. Anak kita saat tersebut merupakan saat di mana ia belajar banyak untuk dapat melatih kemandiriannya sedikit demi sedikit, maka kita pun harus mengerti bahwa anak kita saat ini sedang belajar menuju tahap yang lebih mandiri.

My Life

TOILET TRAINING FOR MY BOY PART 1

Akhir bulan September 2014 lalu, saya kembali membulatkan tekad untuk melatih Mas Rasya tidak memakai diapers lagi. Kenapa lagi? Karena ini sudah yang ke-3 kali saya mencoba melatihnya. Hehe.. Pertama kali saya melatihnya di usia 9 bulan dengan membelikan potty seat khusus, saat itu saya termotivasi oleh eyang – eyang tetangga yang melatih cucunya sejak usia 9 bulan untuk ke toilet sendiri. Saat usia 9 bulan, memang Rasya begitu excited saat didudukkan sendiri di atas closet dengan potty bergambar mickey mouse dan diapun mau poop di sana. Namun, karena saya nya pun belum siap 100% dengan konsekuensi bersih – bersih dsb tanpa ada asisten rumah tangga, maka melatihnya tidak rutin setiap hari dan jadinya kembali lagi ke diapers.

Di usia Rasya 14 bulan, saya kembali bersemangat untuk memulai lagi toilet trainingnya. Selain sempat diindikasikan DSAnya kalau Rasya cukup sensitif dengan diapers, saya juga merasa sudah lebih siap karena kesibukan saya di luar rumah sudah mulai berkurang jadi untuk konsekuensi bersih – bersih sudah terbayangkan dan siap dihadapi. Dan… ternyata ada poin lain yang saya lupakan bahwa ternyata untuk toilet training paling tidak anak kita sudah bisa berbicara untuk menyampaikan maksudnya untuk ke kamar kecil. Karena Mas Rasya saatitu belum bisa bicara dan belum bisa merasakan juga untuk buang air, termasuk menunjukkan gestur akan buang air, maka buang airnya pun masih kececeran. Ditambah lagi di saat yang bersamaan dengan berniat toilet training, ternyata saya dinyatakan positif hamil anak ke-2. Morning sickness kehamilan anak ke-2 yang ternyata lebih terasa membuat saya terpaksa menunda kembali sesi toilet training ini.

Dan akhirnya, setelah sekarang saya lihat si Mas Rasya ini sudah mulai atau bahkan sangat talkative saya putuskan untuk memulai toilet trainingnya. Selain karena si adiknya juga lumayan anteng, jadi fokus saya sementara untuk toilet training Mas Rasya. Saya pun menyiapkan stok celana dalam lumayan banyak untuk mengantisipasi kalau buang air berkali – kali dan belum sempat mencucinya. Seminggu pertama memang benar – benar menguji kesabaran, hehe… Karena ternyata cukup sulit membiasakan anak untuk ke toilet setelah biasanya dia bisa buang air di mana saja.

Pernah saya mengikuti tips beberapa mommy di internet untuk rutin mengajaknya ke kamar mandi. Tetapi Mas Rasya ini cenderung takut dengan air dingin. Sehingga dia lebih memilih untuk menahan buang air kecil daripada harus diajak ke kamar mandi dan cebok dengan air dingin. Di saat yang bersamaan saya juga sedang melatih Mas Rasya ini berani untuk mandi air dingin. Untuk mengubah paradigma air yang dingin, saya mencoba membahasakan dengan air seger. Tetapi jurus itu ternyata belum begitu ampuh digunakan. Jurus lainnya adalah selalu membawa mobil – mobilannya untuk dimandikan bersama. Jadi, saat mandi dia sambil bermain dan tidak terasa jika sedang mandi dengan air dingin. Dengan jurus ini, Mas Rasya sudah mulai beradaptasi dengan air dingin sekalipun sesekali masih menolak untuk mandi air seger.

Pernah sekali waktu si Mas Rasya ini menhan buang air kecil hingga seharian dia tidak buang air kecil sama sekali. Padahal sudah saya coba mengajak ke kamar mandi beberapa kali dan mencoba menyiram kakinya dengan air agar bisa refleks untuk pipis. Akhirnya, karena khawatir sayapun memakaikan diapers lagi. Setelah saya rasa dia mulai nyaman lagi untuk pipis tanpa menahan sayapun melanjutkan toilet trainingnya. Kali ini saya mencoba merayunya dengan bermain bersama boneka beruang Wilson (sabun pencuci tangan merk wilson). Dan sayapun terinspirasi juga oleh video di youtube yang mengajarkan cara toilet training dengan meletakkan kursi kecil pendek untuk pijakan anak. Dengan berbekal itu, ditambah saya iming – iming bahwa nanti di kamar mandi akan ada air mancur, mas Rasya pun mulai nyaman untuk ke toilet. Jadi begitu saya liat gesturnya yang menunjukkan bahwa dia sedang ingin buang air kecil, segera saya ajak dia untuk bermain di kamar mandi. Beberapa saat kemudian, saya bilang padanya, “Mas Rasya mau lihat air mancur nggak? Coba liat ya.. Tuh kan ada air mancurnya punya Mas Rasya sendiri.” Diapun merasa senang karena melihat air mancur yang tidak lain adalah pipisnya. Jadi sekarang saya membahasakan pipis dengan air mancur untuk mengasosiakan si anak dengan sesuatu yang lucu dan menyenangkan.

Untuk sementara toilet training sudah mulai terlihat progressnya walaupun masih buang air kecil saja. Target saya, akhir Oktober 2014 ini si Mas Rasya lulus toilet training. Semoga proses belajar untuk buang air besarnya juga bisa menyenangkan. Hehe… Yang ini tantangannya labih berat sebenarnya. Tapi bismillah, tetap belajar dan mencari celah untuk membuat anak happy buang air di kamar mandi. Buat para ibu yang sedang senasib dengan saya semoga tetap semangat ya.. Insya Allah saat mereka bisa ke toiet sendiri nanti rasanya pasti legaaa sekali… Part 2 nya akan saya tulis, jika Mas Rasya sudah bisa buang air besar di toilet. Semoga segera, aammiin…

toilet training